Minggu, 14 Agustus 2011

3 GP episode 6


Bab 6

“Love is when you look someone so deeply.”

Puluhan kamera berlomba-lomba mengambil gambar Len dan Isela yang berjalan menerobos kerumunan para reporter dan fans. Kejadian ini tak pernah dibayangkan Isela sebelumnya. Gadis yang terbiasa dengan kekerasan hidup, dicacai orang, dipukul, bahkan hampir kehilangan nyawa karena tak dapat melunasi hutang, sekarang malah menjadi sorotan media. Semua orang meneriakkan namanya dan menjerit histeris hanya dengan melihat wajahnya saja.
Ketika begitu terbuai dengan kejadian yang menimpanya, Isela kembali tersadar saat Len perlahan melepas genggaman tangannya. Gadis ini mendongak. Diikutinya tatapan Len hingga ia pun terpaku.
Dengan mata berkaca-kaca, perlahan Lini beranjak dari kursinya. Ia berdiri tertegun melihat Isela yang menatapnya lekat. Di sampingnya ada Len yang mengangguk sekali kemudian tersenyum manis pada Lini. Ketika hendak melanjutkan langkah, Len berhenti sejenak. Sekarang semua mata tertuju pada gerombolan reporter yang berlari begitu cepat ke arah pintu masuk.
Sekarang giliran kedatangan Gaby yang menjadi pusat perhatian. Gadis berambut coklat ini terus menyembunyikan wajahnya di pelukan Eriol. Tentu saja para gadis semakin berteriak histeris saat melihat idola mereka tiba-tiba datang ke konfrensi pers Lini sambil membawa 3 GP pertama.
Keduanya kini berdiri sejajar di samping Len dan Isela. Sejenak Gaby pun tertegun melihat wanita yang tak asing baginya itu terus menatapnya sambil menangis. Sesekali Lini mengusap air matanya lalu tersenyum lebar. Lini menganggukkan kepala pada mereka berempat. Seolah isyarat ”kemarilah!” berhasil diterka Len dan Eriol, keduanya pun menggandeng tangan gadisnya untuk berjalan mendekati Lini.
Sesampainya mereka di hadapan pers, baik Gaby maupun Isela masih belum menyadari keberadaan masing-masing.

”Hei, kalian berdua kakak-kakak yang menangkap pencuri itu kan?” seru Tita.
Gaby dan Isela yang hendak duduk di kursi masing-masing, dalam sekejap terpaku melihat gadis berseragam yang tak asing di mata mereka.
”Kau kan gadis yang waktu itu?” Isela  melayangkan jari telunjuknya ke arah Tita dengan gemetar.
”Hei Isela, sedang apa kau di sini? Jangan bilang kau...kau ...adalah...” Gaby tak sanggup melanjutkan kata-katanya setelah ia sadar gadis yang ada di sampingnya adalah Isela.
”Hoh, kak Gaby?” Isela terkejut dua kali lipat. ”Dan bukannya anda adalah wartawan yang mewawancaraiku waktu itu? Anda memintaku menceritakan kisah perjuangan hidupku sambil mentraktirku ice cream, benarkan?” lanjutnya lagi.
Lini tersenyum lebar sambil mengangguk berkali-kali. Dibiarkannya air mata mengalir membasahi pipinya. Bibirnya terus mengatup rapat sesekali gemetar. Menyadari bahwa Lini yang terlihat sangat syok ketimbang mereka, baik Gaby, Tita maupun Isela langsung menghentikan percakapan. Mereka bertiga duduk diikuti Ray dan Yesa.
Lini tak mampu bicara banyak. Ia hanya mengatakan maaf dan terima kasih. Sementara semua kejelasan dipaparkan secara runtun oleh Ray, suaminya.
”Kami merasa sangat senang bisa berbagi kebahagiaan ini bersama kalian semua. Untuk para fans dan pendukung Lini selama ini, terima kasih banyak atas support yang sudah diberikan. Saya hanya bisa menjelaskan bahwa ketiga adik Lini, yang selama ini disebut 3GP, sudah ditemukan dan kami sangat bersyukur akan hal itu,” ujar Ray.
”3 GP meski belum ditemukan, tapi ketiganya secara tak langsung sudah dinantikan oleh banyak orang. Mereka penasaran dengan kehidupan 3 putri yang hilang ini. Bisa tolong ceritakan apa saja dan dimana anda hidup selama terpisah dengan nyonya Guilinia?”
”Untuk saat ini, kami tidak bisa memberitahukan hal itu. Mohon pengertian dari para wartawan sekalian. Cukup sekian dan terima kasih atas partisipasinya.” Ray mengangguk hormat. Setelah itu ia menuntun Lini disusul semua orang yang berada di depan wartawan dan pulang meninggalkan gedung.

***

*Dug..praak

”Heh, apa-apaan ini? Semua infotainment menyorot cerita Guilinia dan tiga adiknya itu. Mereka benar-benar sial!” seorang wanita berdandan glamour napak gusar. Ia membuang dengan penuh emosi sebuah majalah yang memuat berita Lini di headline news.
”Lorna, kita masih punya banyak kesempatan untuk menjatuhkan Guilinia. Mohon kau tidak terpancing emosi. Kita harus berpikir jernih agar langkah-langkah kita selanjutnya bisa tepat pada sasaran,” ujah Hyena-kakak Fllay yang saat itu bertamu di kediaman sahabatnya-Lorna.
Aktris dan istri milliyarder ini adalah kakak angkat Lini.

”Saat itu aku berlari menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Aku berlari menuju pintu untuk menyambut ayahku. Aku berharap ia membawa sebuah kado spesial untukku, tapi ia malah membawa seorang anak perempuan yang umurnya sama denganku. Anak itu tersenyum manis. Mulanya aku berpikir dia bisa menjadi temanku, tapi ternyata tidak. Perlahan senyumnya itu membuatku ingin muntah. Dengan mudah ia merebut hati ayahku. Apapun yang dia mau, ayah menurutinya.”
”Tak kusangka masa kecilmu yang bahaga direbut oleh wanita itu. Tapi kau tak menyerah begitu saja kan? Buktinya kau juga sukses menjadi aktris dan pengusaha. Para pers malah mengenal kalian sebagai rival,” ujar Hyena.
”Benar. Tapi kalau tak ada dia, mungkin ayahku akan sangat bangga padaku. Ia hanya menatapku. Ia hanya akan memberikan selamat padaku. Ia hanya akan tersenyum padaku. Aku tak rela kalau ayah membagi kasih sayangnya dengan Guilinia, seorang anak kecil yang dipungutnya dari tenda darurat korban bencana gempa. Tidak, sampai kapanpun aku tak rela. Dan ketiga adiknya itu, aku tak akan membiarkan mereka bahagia dan menikmati sebagian kekayaan ayahku. Tidak akan.”
Lorna menatap tajam sosok Hyena. Gadis modis ini pun sempat salah tingkah. Ia meneguk secangkir teh lalu mengarahkan pandangannya jauh dari Lorna. Sahabatnya itu selalu terlihat emosi saat membicarakan soal Guilinia. Seolah ia tak akan pernah hidup tenang sampai Lini menyerahkan semua yang sudah ayahnya berikan.
***
            Lini menyatukan ketiga tangan adiknya. Sambil mengatur nafasnya, ia bicara dengan nada lembut.
            ”Kita sudah terpisah sangat lama. Tahukah kalian betapa aku merindukan suasana seperti ini? Aku berusaha keras menjadi seperti sekarang agar bisa menemukan kalian dengan mudah. Ada saat dimana aku merasa senang bisa hidup layaknya seorang putri. Tapi kebahagiaan itu tetap fatamorgana. Hatiku tersiksa saat memikirkan apa kalian juga hidup dengan baik sama sepertiku.”
            Mendengar hal itu, Isela menepuk-nepuk tangan kakaknya.
            ”Huff, terus terang, aku masih syok. Aku tidak pernah menyangka punya keluarga...” ucap Isela. Ia tak menangis terisak. Namun tetes air mata dibiarkannya jatuh membasahi pipi bersama dengan ekspresi wajahnya yang gembira saat melihat Lini.
            Gaby dan Tita kembali tersenyum. Mereka merasa tersentuh mendengar cerita kehidupan Isela selama ini. Keduanya merasa sangat beruntung karena diadopsi oleh keluarga kaya dan berkecukupan.
           
            ”Tita, kakak merasa sangat bersalah padamu. Kakak yakin kau juga syok mendapati kenyataan kalau ayah dan ibumu sekarang bukanlah orang tua kandungmu,” ucap Lini seraya duduk di samping adik bungsunya.
            Tita menggeleng perlahan. ”Aku sangat terkejut, tapi juga tidak kecewa. Aku masih merasa ada pukulan yang menghantamku, tapi aku tak merasakan sakit. Sejak kecil aku sudah tahu kalau aku hanya anak angkat. Jadi kakak tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku,” jawab Tita sambil memeluk Lini dengan hangat. Tak lama setelah itu, Gaby dan Isela turut memeluk keduanya.
            Tak lama kemudian, Lini mulai melepaskan pelukannya. Gaby, Isela, dan Tita turut mengikutinya, lalu mereka  terdiam sesaat.

            ”Sebenarnya ini bukan saat yang tepat, tapi kakak harus tetap mengatakannya,” Lini menatap ketiga adiknya dengan pancaran keraguan.
            ”Bicara saja kak? Apa kakak membutuhkan bantuan kami?” tanya Tita mewakili Gaby dan Isela.
            ”Untuk Isela dan Gaby, kakak ingin kalian melanjutkan kuliah...disamping itu...kalian..juga..”
            ”Juga?” tanya Gaby penasaran.
            ”Kakak ingin kalian berdua menikah dengan...pria pilihan kakak.”
            Isela dan Gaby tercengang. Tak ada ekspresi terkejut yang berlebihan terpancar di wajah keduanya. Tapi Lini yakin, kedua adiknya itu pasti sangat ingin membantah keinginannya.
            ”Aku tahu permintaanku ini sangat mendadak. Tapi keinginan kakak ini memang sudah ada sejak kakak mencari kalian. Kakak ingin kalian dilindungi oleh seorang pria yang tak akan meninggalkan kalian dengan mudah. Itu pun kalau..kalau kalian sudah menemukan seorang pria yang menurut kalian baik. Tapi kalau belum ada, kakak akan mencarikannya untuk kalian,” ujar Lini dengan nada terbata-bata.
            ”Kak, aku tidak pernah berfikir sedikitpun tentang pria apalagi soal pernikahan. Kalau kuliah, aku masih merasa belum ada semangat untuk itu. Mungkin aku akan kuliah kalau cerita yang aku buat selama ini bisa menjadi buku sungguhan,” jawab Gaby. ”Bagaimana denganmu?” Gaby menyikut lengan adik pertamanya yang terlihat melamun beberapa saat.
            ”Aku...aku...hehehe..karena terlalu suka pada uang, jadi tak ada waktu untuk memikirkan seorang pria, kak” jawab Isela sambil tertawa.
            Lini terlihat cemas melihat adik keduanya itu. Ia tahu kalau Isela menyukai Len. Apalagi saat ia ingat saat dimana Len membawa Isela padanya.
            ”Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku merebut tunangan sahabatku untuk kuserahkan pada adik yang sangat aku sayangi ini,” gumam Lini dalam hati.

***
            Keesokan harinya, Yesa menemui Len di kantornya. Wanita anggun ini berniat ingin menanyakan perihal keberadaan tunangannya semalam di acara konfrensi pers.
            Mulanya Len menyangka Yesa datang menemuinya karena merasa rindu padanya. Raut kekecewaan sesaat nampak jelas di wajah pria ini.
            Yesa hanya tersenyum saat melihat tingkah kekanak-kanakan Len mulai muncul. Biasanya setelah itu mereka keluar kantor. Keduanya berjalan menuju taman layaknya sepasang kekasih yang sedang berkencan. Setelah menemukan tempat untuk berbincang, keduanya pun duduk di bangku kayu panjang yang tersedia di samping sebuah pohon rindang.

            ”Aku sangat terkejut saat kau datang membawa Grisela. Aku tak menyangka kau bisa bertemu dengannya setelah sekian lama kau membantu Lini mencari adiknya itu.”
            Len tersenyum. Sesekali ia menunduk lalu menengadah. Setelah menghembuskan nafas panjang, ia menatap Yesa.
            ”Firasatku mengatakan kau cemburu.”
            ”Apa? Tentu saja tidak. Aku hanya tak menyangka kau bisa kenal dengan gadis cantik itu. Ngomong-ngomong, apa kau sudah melihat berita hari ini?”
            ”Maksudmu koran dan majalah hari ini? Sudah. Kau datang untuk itu kan?”
            Yesa yang anggun dan keibuan itu sudah tak sanggup lagi menyembunyikan perasaan cemburunya.
            ”Sepertinya aku datang ke sini memang karena itu. Memangnya sudah berapa kali kalian bertemu? Kenapa kau tidak cerita padaku?”
            Len mati kata-kata dalam beberapa saat. Pasalanya memori kejadian malam dimana ia tidur bersama Isela terus memenuhi pikirannya.
            ”Ada apa? Jangan-jangan ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku ya? Aneh sekali, kalau tak salah ingat, kau juga tak hadir di pesta kak Lini, benarkan?”
            Len mengangguk. Kepalanya terus tertunduk, seolah tak ingin membalas tatapan Yesa. Tak lama setelah perasaannya kembali tertata, Len menoleh ke samping. Ia menatap Yesa yang sejak tadi menunggu jawaban darinya.
            ”Jangan khawatir. Aku hanya menganggap Isela sebagai adik angkatku. Lalu masalah ketidakhadiranku malam itu, karena tiba-tiba mag-ku kambuh. Tubuhku tak sehat, jadi malam itu aku tidak jadi pergi. Maaf!”
            Yesa mengangguk pelan. Sambil tersenyum ia mengelus pundak tunangannya sampai Len pun membalas senyumnya.

            ***
            Pesta penyambutan 3G princess bersamaan dengan diadakanannya pesta ulang tahun Tita yang ke-18. gadis yang terkenal sangat energik dan ceria ini mengundang semua teman sekolahnya beserta  para staf pengajar.
            Berbeda dengan pesta ulang tahunnya yang dulu, kini Tita bisa merayakan kebahagiaan pertambahan umurnya itu dengan ketiga kakak kandungnya. Mereka lah yang banyak mengambil andil persiapan pesta Tita karena kedua orang tua angkatnya sedang berada di luar negri.
           
            Malam yang dinanti telah tiba. Di kamar Tita yang besar, ia dan kedua kakaknya, Gaby dan Isela sedang bersiap-siap.
           
            ”Aku baru sadar memiliki wajah secantik ini. Kalau dijual aku laku berapa ya?” Isela mulai menunjukkan gaya bahasanya.
            ”Hei kak, jangan bicara seperti itu di hadapan kak Lini. Kalau dia sampai mendengarnya, aku jamin kau akan dipaksa menikah,” respon Tita diiringi gelak tawa.
            ”Benar, benar, aku sangat setuju. Kalau aku, lebih baik melanjutkan kuliah ketimbang harus menikah,” lanjut Gaby sambil menata rambutnya.
            ”Lebih baik kak Gaby harus menghilangkan hobby kakak yang jarang mandi itu supaya Eriol mau menikahimu,” ujar Isela dengan santainya. Ia tak sadar kalau kata-katanya itu akan menyulut emosi Gaby.

            Kalimat adik pertamanya itu lantas terngiang-ngiang di pikiran gadis feminim ini. Sejak ia memasuki aula tengah, tatapannya terus tertuju pada Eriol dan seorang wanita seksi yang menggelayut manja  pada pria tampan ini. Ketika asyik terbuai oleh perasaan anehnya, Gaby tak menyadari kalau Lini berdiri di belakangnya sambil terus mengamati arah tatapan Gaby saat itu.
            ”Hm, setahu kakak gadis itu adalah seorang aktris dan juga model, namanya Hyena Nora. Berita kedekatan mereka memang sudah disorot media. Tapi kakak percaya, Eriol tidak tertarik sama sekali dengan gadis itu.” Lini menepuk lembut pundak Gaby. Gadis ini pun tersentak. Dengan senyum kecut ia merepon kata-kata kakaknya, ”Mana mungkin kakak berfikir kalau aku suka padanya? Pertemuan kami pun bisa dibilang kecelakaan dan...bencana,” jawab Gaby dengan terbata-bata.
            ”Adikku sayang, ingatan kakak belum melemah. Dia lah pria gagah yang membawamu pada kakak. Bagaimana mungkin kakak tidak berfikir kalau Eriol jatuh cinta padamu?”
            Gaby tertegun. Ia menatap datar wajah Lini yang sedang tersenyum manis padanya.
            ”Dengar Gaby, saat berhasil menemukanmu, Isela, dan Tita, kakak sudah berjanji pada diri sendiri, bahwa kakak akan memberikan kebahagiaan pada kalian. Kakak juga akan membantumu meraih impian-impianmu, termasuk dalam hal cinta.”
            Setelah mendengar kalimat kakaknya yang tak bisa diterima dengan nalarnya, Gaby pun buru-buru membalas Lini. ”Kakak..kakak..salah paham dengan hubungan kami. Aku bahkan sempat taruhan kalau sampai aku jatuh cinta pada Eriol, aku akan telanjang bulat di depannya,” ujar Gaby dengan wajah gusar.
            ”Hoh! Bagaimana mungkin kau berani berkata seperti itu? Berarti sekarang kau harus benar-benar telanjang di depannya, Gaby?” Lini menutup mulutnya tiba-tiba. Dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat, Lini menepuk kembali pundak adiknya. Setelah melihat Eriol terus menatap Gaby, ia pun kembali mengembang senyum.
            ”Baik, kakak tidak akan mengungkitnya lagi. Bersenang-senanglah! Kakak ingin menemui Isela dulu.” Lini meninggalkan Gaby sendiri.
            Gadis ini pun semakin terlihat gusar. Saat Eriol menatapnya, dengan spontan Gaby menunjukkan wajah terjeleknya. Pria ini pun tertegun sejenak. Tampak raut wajah terkejut dan sedikit takut. Ia pun mengurunkan niatnya menghampiri Gaby.

            Di lain tempat, kejadian yang sama menimpa Isela. Setelah tahu Len akan datang ke pesta Tita, dengan memaksakan diri ia memakai high hells-sebuah barang yang selama ini dijauhinya. Ia berjalan susah payah sambil menyapa para tamu dengan senyum penuh kegetiran. Kedua matanya yang lentik terus membidik setiap sudut, namun sosok yang dicarinya belum ia temukan.
            Tak lama kemudian, ketika ia hendak turun menuju lantai dasar, sapaan lembut membuatnya terpaku. Wajahnya yang menderita dipaksakannya untuk tersenyum. Setelah berhasil menarik kedua ujung bibirnya, Isela  berbalik ke belakang.
            ”Ya..ada yang bisa saya ban...” gadis ini tak bisa melanjutkan kalimatnya setelah melihat wanita yang menyapanya itu sedang bergelayut di lengan kanan Len.
            ”Isela, aku Yesa sahabat kakakmu. Kemarin malam aku tak sempat menyapamu. Senang rasanya, akhirnya bisa menemukanmu,” ujar Yesa seraya meletakkan telapak tangannya di kedua pipi Isela.
            Gadis ini terus melongo. Sesekali ia melihat Len yang sedang tersenyum padanya. Setelah sadar Isela terus menatap seseorang di belakangnya, Yesa buru-buru melepas tangannya.
            ”Ohya, kau sudah kenal Len kan? Aku dan dia akan segera menikah. Dia tunanganku,” ujar Yesa seraya menggandeng pria berpakaian formil ini maju beberapa langkah.
            Sesaat Isela mendongak menatap pria itu. Senyumnya terlihat terpaksa, namun Yesa dan Len tak curiga kalau sebenarnya Isela sangat terpukul.

            Setelah Yesa dan Len kembali berduaan, gadis berambut keriting ini berjalan tak tentu arah. Diam-diam Lini mengikuti langkah adik keduanya itu dari belakang. Gerak-gerik tak biasanya yang ditunjukkan wanita ini dengan sepat mengusik pikiran Yesa. Setelah berjalan agak jauh, Yesa kemblai berbalik. Dipandangnya lekat punggung sahabatnya itu. Wanita keibuan ini pun tahu, tingkah aneh juga ditunjukkan Grisela.
            ”Tatapan Isela, mungkinkah?” gumamnya dalam hati sambil menatap Len yang masih asyik berbincang dengan rekan bisnisnya.
...
            Berbeda dengan kedua kakaknya yang sama-sama patah hati, Tita yang saat itu menjadi putri, merasa senang dan sangat menikmati pestanya.
            Tak lama musik band merajai suasana, sekarang giliran Fllay unjuk kebolehan.
            Jemarinya yang lentik menyentuh piano, lalu dengan cepat alunan musiknya menciptakan suara ajaib hingga membuat semua orang tertegun. Mereka semua diam dengan wajah terkagum-kagum, tak terkecuali Vicsiswa pindahan yang masih membuat Tita penasaran. Saat itu Tita tak membayangkan kalau Vic, mahkluk yang selama ini dikenalnya sangat pelit senyuman, tiba-tiba menampakkan senyum manisnya.

            ”Nick, kau lihat si mahkluk tanpa ekspresi itu? Kelihatannya dia sangat terkagum-kagum melihat Fllay.”
            ”Kenapa kau terkejut? Wajar saja Vic terpikat dengan Fllay. Mereka kan setipe,” jawab Nick dengan santainya.
            ”Vic sampai tak berkedip melihat Fllay,” ujar Tita kembali.
            Nick tersenyum manis sambil menggelengkan kepala. Didekatinya wajah sahabatnya itu lalu berbisik, ”Kau pun tak berkedip saat melihat Vic. Tingkahmu membuatku lebih ingin tertawa.”
            Tita tersadar dari lamunan. Kedua matanya berkedip-kedip dengan cepat diikuti bibir merahnya yang terus berkata ”O” tanpa suara.
            ”Aku..aku menyukai mahkluk abstrak itu? No way!” jawab Tita dengan ekspresi gusar, lalu ia berjalan menjauhi Nick.

            Setelah sampai di teras dekat taman belakang, Tita menghela nafas. Kedua matanya berputar ke segala arah untuk melihat apa hanya ada dirinya yang ada di sana. Setelah yakin tak seorang pun berada didekatnya, Tita mulai menggerutu.
            ”Haiiiiissh, ada apa denganmu Tita?”
Kedua tangannya lekas mengepal, lalu buru-buru ia mencari sesuatu untuk dihantamnya. Ia melihat tembok yang membisu di belakangnya. Tanpa pikir panjang, Tita pun memukul tembok tak berdosa itu sambil menggigit kuat bibirnya. Tak lama kemudian, aksinya pun berhenti saat kedua telinganya berhasil menangkap suara seseorang.   
”Bodohnya aku. Kenapa aku harus kesal melihat mahkluk jakun itu menggandeng gadis lain? Tidak, tidak mungkin. Kalau kau sampai menyukainya, berarti kau memang ayam seperti katanya waktu itu. Gaby, kau adalah manusia. Bagaimana kau bisa menyerahkan hatimu pada orang yang tega memanggilmu ayam?” gerutu Gaby. Sesaat ia mendengus kesal, lalu menelan ludah, kemudian mengatur nafasnya. Setelah beristirahat sejenak, ia pun sadar, ada sebuah suara yang tak asing di telinganya. Setelah mengikuti sumber suara itu, Gaby terpaku. Ia melihat Isela duduk termenung sambil menggerutu sepertinya.

”Pasti karena uang. Yah benar. Aku kesal karena tak bisa memiliki uangnya. Jangan sedih Isela, masih banyak pria kaya yang mau menyukaimu,” gumamnya.

Karena merasa senasib, Tita dan Gaby memanggil Isela dengan suara pelan. Kedua suara merdu itu beradu hingga membuat telinga masing-masing bergelitik lembut. Kedua mata saling bertemu. Baik Gaby, Isela, maupun Tita, ketiganya tak tahu kalau mereka akan bertemu di teras dengan keadaan yang cukup mengenaskan. Tak lama saling meledek, ketiganya pun tertawa bersama. Mereka terlihat saling menghibur.

Ketika Lini hendak bergabung bersama ketika adiknya, sapaan Yesa membuatnya terkejut. Saat mengikuti tatapan sahabatnya itu, perlahan Lini melebarkan kedua matanya. Ia cukup terkejut melihat Lorna datang ke pestanya. Setelah menghela nafas, Lini menghampiri Lorna dengan wajah tenang.

Long time no see, Guilinia!” sapa Lorna lebih dulu.
Me too. Aku cukup terkejut melihat kehadiranmu di sini,” ujar Lini.
”Bisa kau tebak tujuanku kesini?”
”Selain mengancamku, apalagi yang bisa kau lakukan?” balas Lini.
”Tentu saja bertemu dengan ketiga adikmu. Begitu cepatnya mereka tenar, tanpa susah payah tentunya.”
”Kau boleh menyakitiku dengan apapun juga, tapi jangan sesekali kau mencoba menyentuh ketiga adikku,” ancam Lini.
Hmmm, entahlah. Kalau mood ku baik, aku hanya akan bermain denganmu. Tapi jika mood ku buruk...” Lorna menatap ke arah teras tempat dimana ketiga gadis cantik yang dimaksud sedang tertawa gembira. Wanita modis ini tersenyum kecut, setelah itu ia melangkah dengan sombongnya menuju ke arah Hyena.
Dengan emosi Yesa meniru gaya senyum Lorna, kemudian dengan lembut ia menepuk punggung Lini. ”Tak perlu takut dengan gertakannya, Lini. Akan ada banyak orang yang akan melindungi ketiga adikmu. Ada aku, Ray, Len, dan...aku rasa Eriol bisa menjadi bagian dari Gaby kelak.”
Kata-kata Yesa membuat Lini tersenyum lebar. Keadaan ini pun disambut hangat oleh suaminya, Ray.

***
Jam menunjukkan pukul delapan. Karena hari semakin larut, acara pun semakin meriah. Semua lampu hias yang terpajang di luar taman sekarang berlomba menunjukkan sinarnya. Saat itu Isela, Tita, dan Gaby berdiri sejajar. Mereka tak sabar menunggu sebuah persembahan manis yang akan ditampilkan beberapa orang khusus untuk 3G princess.
Ketika sang mc mulai mempersilahkan seseorang di bawah panggung untuk naik ke atas, Gaby tak dapat mengedipkan matanya dengan normal. Pria yang akan mempersembahkan hadiah spesial di atas panggung itu adalah Eriol. Teriakan para gadis semakin menjadi saat pria ini naik ke atas panggung dan berdiri di samping mc. Setelah berhasil menguasai panggung, Eriol mulai mengucapkan narasi pendek.

”Saya akan mempersembahkan lagu ini untuk kak Lini yang berhasil menemukan ketiga adiknya. Lagu ini juga khusus kami persembahkan untuk Tita yang sedang berulang tahun. Wish all the best for you, little princess!”
Tita mengangguk penuh tenaga. Sejenak suasana hening. Saat suara piano mulai berdenting, teriakan para tamu undangan kembali menguasai suasana.
 Bisa Lini tebak dengan mudah, adik pertamanya itu akan terkesima. Hal itu benar adanya. Gaby terus terperangah. Kedua matanya berkedip secara perlahan. Sesekali ia menutup kedua matanya untuk mendengar suara Eriol yang begitu merdu.
”Apa ini suara pria itu? Pria yang berteriak kasar padaku? Benarkah ini suaranya?” pertanyaan itu terus bergulat di benaknya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar